BAB 3
Dalam prosanya “Membuat Sajak, Melihat Lukisan”, Chairil mengajak kita untuk melihat keindahan dengan cara matanya melihat. Dan melihat nilai-nilai karya seni yang lebih bernilai dan indah dengan pemahaman yang dianutnya, dan mencoba mengutarakan buah hasil dari ilmu-ilmu alam yang telah didapatnya. Hal ini merupakan warisan dari sang legenda penyair tanah air dan bisa jadi pelajaran yang sangat berguna.
Di awal tulisannya Chairil berpendapat “Sajak terbentuk dari kata-kata” ,”sebuah lukisan dari cat dan sehelai kain” namun bagi orang yang melihat keduanya tidak pernah mempertannyakan suatu karya (lukisan) dari kualitas cat ataupun kain sebagai sesuatu yang penting, dan utama tetapi adalah HASIL yang yang mereka cari!
Dan hasil pun terdiri dalam bentuk dan isi. Namun “bentuk dan isi ini tidak hanya rapat berjalan sama, mereka gonta-ganti tutup menutupi.” Disinilah perasaan-perasaan si seniman harus menjadi bentuk dan “caranya menyatakan yang istimewa,” yang sanggup membuat penikmat seni ikut merasakan (terharu) lewat indranya. Perasaan-perasaan itu mengiringi karya seni dan bagaimana perasaan-perasaan itu bisa mencapai pernyataannya. Si seniman haruslah “sanggup menyatakan sepenuhnya dengan garis dan bentuk, karena itupula maka bisa dia memaksa kita mengakui hasil keseniannya.
“jadi yang penting ialah: si seniman dengan caranya menyatakan harus memastikan tentang tenaga-tenaga perasaan-perasaannya.” Dalam menulis sajak keteraturan sangatlah penting dan untuk mencapai keteraturan tersebut bisa mempergunakan tinggi-rendah yang harus pula bervariasi.” Irama dari sajaknya dipakai sebagai perkakas untuk menyatakan. Lagu dari kata-kata bisa pula di bentuk sehingga bahasanya menjadi berat dan lamban atau menjadi cepat dan ringan.” Si seniman bisa memilih kata-kata yang menyatakan maksudnya, dan tak perlu baku boleh menyimpang dari biasanya. “dengan irama dan lagu, dengan bentuk kalimat dan pilihan kata yang tersendiri dan dengan perbandingan-perbandingan si penyair menciptakan sajaknya dan hanya jika si pembaca sanggup memperhatikan dengan teliti “keistimewaan” yang tercapai oleh si penyair.”
Dalam menyimak sajak Chairil berpendapat bahwa “pokok tidak menentukan nilai hasil kesenian,” namun hasil yang di capai dan bagaimana mengutarakan perasaan si seniman agar si pembacapun ikut merasakannya apa yang si seniman rasakan.
Komentar
Posting Komentar